Hari
ini ke Gunung Kidul untuk acara Launching LPSE… fuih finally, after
long journey akhirnya bisa launching juga. Sebagai pendamping dari
program ini maka institusi gue diminta pula untuk memberikan sambutan
dalam launching tersebut.
Kebetulan
yang datang adalah langsung Executive Director kami sendiri. Setelah
acara Launching selesai, ED minta diantar ke Makam Ki Ageng Giring dan
Petilasan Ki Ageng Pemanahan. Hmm quite surprise, karena gue sendiri
juga jarang datang ke tempat beginian.
Makam Ki Ageng Giring
Makam
Ki Ageng Giring III merupakan makam pepunden Mataram yang diyakini oleh
sementara masyarakat sebagai penerima wahyu Karaton Mataram. Makam kuna
itu terletak di Desa Sada, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul,
atau sekitar 6 kilometer ke arah barat daya dari kota Wonosari.
Begitu
kita masuk yang kita lihat pertama adalah pemakaman umum sebagaimana
biasanya.. hanya ini lebih rapi dan bersih. Setelah berjalan di
tengah-tengah area pemakaman, sampailah kami pada suatu bangunan yang
berada di tengah makam dan dikelilingi oleh
tembok, tempat inilah yang kami tuju yaitu makam Ki Ageng Giring. Untuk
masuk kesitu kami harus melepas alas kaki. Begitu masuk, kita berjalan
disutu koridor dan disana ada sebuah kamar yang terkunci dengan tulisan
Ki Ageng Giring III diatasnya. Setelah menyampaikan maksud kedatangan
kami ke juru kunci makam, maka Juru Kunci membukakan kamar tersebut.
Begitu pintu kamar di buka, terlihatlah sebuah nisan dengan ditutup kain
kafan dan terdapat bunga disekitarnya. Kami cukup beruntung, karena
biasanya para peziarah dilarang mendekati nisan Ki Ageng Giring. Mungkin
karena kami diantarkan oleh staff bupati Gunung Kidul ya makanya kami
diperbolehkan mendekati nisan Ki Ageng Giring. Sebelum masuk kesitu, aku
berdoa kepada Tuhan agar dengan aku datang ke tempat ini tidaklah
menjadikan aku seorang yang musyrik. Satu persatu kami masuk kedalam
makam Ki Ageng Giring, itupun
harus sambil jalan jongkok. Setelah didalam ruangan ED, Aku, Bang Henry
dan 2 pegawai Pemkab Gunung Kidul yang mengantar kami, tenggelam dalam
doa masing-masing. Aku tidak tahu apa isi doa mereka, yang pasti aku
mendoakan agar Allah menerima amal dan kebajikan sodara2x yang sudah
terlebih dahulu mendahului kami yang sekarang berbaring disitu dan
memohonkan ampun atas dosa mereka.
Aku
tidak tahu bagaimana menggambarkannya, saat aku sedang khusuk berdoa,
aku merasa seperti bukan didalam suatu makam. Tanpa kesan angker atau
menakutkan. Aku juga tidak mengerti dengan mengapa aku merasa ada yang
mendekap aku dan rasanya sangat dingin. Rasa dingin itu beda dengan
dingin yang biasa kita rasakan. Bukan dingin cuaca, bukan dingin AC
ataupun Es. Hanya dingin itu tidak membuatku takut, justru aku merasa
tenang dan damai. Yang jelas amat sangat dingin. Namun
sisi manusiawiku kemudian berontak, aku tidak ingin merasakan ini lebih
lama, sehingga semakin kekhusukanku pudar rasa dingin itu semakin
menjauh dariku.
Setelah
beberapa saat Bang Henry mulai meninggalkan ruangan tersebut, disusul
oleh Bapak yang dari Pemkab Gunung Kidul. Aku pun juga ingin ikut
beranjak. Namun pada saat aku mau beranjak, Pak Sob, melarangku dan
memintaku untuk duduk kembali dan tinggal disitu sebentar lagi. Setelah
agak lama kemudian, Pak Sob, mulai beranjak dari ruangan itu dan akupun
juga.
Sesampainya
diluar makam, ED mendekatiku dan bertanya kepadaku, “Kamu tadi lihat?”
aku menjawab apa yang kurasakan didalam tadi, “Saya tidak melihat
apa-apa Pak, Cuma tadi saya merasa aneh.” “Aneh Bagaimana?” Tanya ED.
Jawabku,”Saya merasa seperti tidak didalam makam, dan saya merasa ada
yang memeluk saya dan rasanya sangat dingn. Saya tidak tahu apa itu.” ED
kemudian berkata lagi,”Kamu tahu, tadi ada yang menyambut kita.” Aku pun bertanya,”Siapa Pak? Ki Ageng Giring ya, seperti yang ada dalam foto tadi?” ED menjawab,”Tadi kita
disambut oleh Seorang Kakek yang sudah tua sekali dan dia mengenakan
pakaian petani dengan caping dan celananya tanpa menggunakan baju
atasan.” Aku bertanya kembali, “Oh ya, disebelah mana Pak? Bapak
melihatnya?” ED pun menjawab, “ Dia ada tepat didepan kita.”
Yah
kembali lagi, walahualam, semua kembali kepada kebesaranNya dan kita
sebagai manusia tidak boleh takabur. Beberapa manusia memang diberi
kemampuan untuk merasakan dan melihat hal-hal yang tidak biasa dilihat
oleh manusia. Tidak semua hal yang tidak terlihat pun bisa dipahami oleh
akal manusia.
Petilasan Ki Ageng Pemanahan
Perjalanan
dilanjutkan ke Petilasan Ki Ageng Pemanahan. Karena konon jika datang
ke makam Ki Ageng Giring harus pula datang ke petilasan Ki Ageng
Pemanahan. Jaraknya lumayan jauh. . Jalan yang harus kami tempuh pun
berliku-liku dan terjal.
Benar-benar tempat yang pas untuk suatu petilasan keramat. Berada di
daerah Panggang, Imogiri, Desa Kembang Lampir. Mengapa disebut desa
kembang lampir, atau disingkat Mbang Lampir. Dalam bahasa Jawa Kembang artinya bunga dan Lampir diambil dari kata semampir . Jadi
dulu ceritanya Ki Ageng Pemanahan bermimpi agar dia bertapa dimana ada
pohon yang sudah mati namun tumbuh bunganya. Akhirnya ketemulah dia
dengan pohon yang dimaksud. Dan desa itu kemudian dinamakan desa kembang
lampir atau sering disebut Mbang Lampir.
Setelah
menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan, sampailah kami di
petilasan tersebut. Berbeda dengan tempat yang sebelumnya kita datangi.
Tempat ini kesan angkernya lebih berasa, mungkin karena tempatnya yang
di pelosok dan banyak pohon2x besarnya. Sementara rumah penduduk
jaraknya lumayan jauh dari petilasan. Sebelum masuk ketempat petilasan,
kami harus bertemu dengan Juru Kunci Petilasan yaitu Pak Tris. Sebagai
juru kunci, beliau mendapat nama dari Sultan HB IX yaitu Suroso Sari.
Sebagaimana untuk masuk tempat yang dikeramatkan, kita harus melepas
alas kaki kita. Ditempat ini tidak diperbolehkan untuk memotret, sehingga gambar dari tempat tersebut tidak dapat saya tampilkan disini.
Untuk
menuju ketempat petilasan, kami harus naik tangga yang lumayan tinggi
dan berlumut... (moga gak ada tengu atau binatang yang ada di lumut2x).
Petilasan yang dimaksud hanylah berupa tanah 1 kotak yang dikelilingi
pagar dari kayu. Dan di depannya ada tempat untuk bakar dupa, dan bunga.
Selain itu juga digelar karpet tipis dan beratap seng. Tempat itu
sering digunakan untuk bertapa dan mencari wangsit. Menurut sang juru
kunci, banyak tokoh2x penting yang datang ke tempat itu untuk meminta
berkah. Jalan ke depan sedikit terdapat 1 ruangan yang tertutup rapat.
Ruangan itu merupakan tempat penyimpanan pusaka dan mahkota Ki Ageng
Pemanahan. Ruangan itu hanya dibuka pada hari-hari tertentu saja yaitu
Senin dan Kamis. Jarak pengunjung dengan senjata tersebut juga dibatasi,
tidak boleh terlalu dekat dan berjalan disebelah Baratnya. Sayang
karena kami kesana bukan di hari tersebut sehingga tidak bisa masuk ke
ruangan itu. Berseberangan dengan ruangan penyimpanan senjata terdapat 1
cungkup makam yang terbuat dari seng dan dikelilingi oleh 3 patung
orang yang sedang bertapa. Ke-3 patung tersebut menggambarkan Ki Ageng
Pemanahan dan pengikutnya. Sedangkan cungkup yang ada di situ digunakan
bagi orang yang mau melakukan tirakat tapa pendem atau bahasa
Indonesianya bertapa dengan dikubur didalam tanah. Ternyata persepsi
kita selama ini mengenai tapa pendem ini salah. Dulu kita selalu
berpikir jika orang melakukan tapa pendem maka orang tersebut akan
dikubur didalam tanah seperti layaknya orang yang meinggal dan hanya ada
1 celah kecil untuk bernafas. Ternyata yang dimaksud bukan begitu. Tapa
pendem disini adalah orang bertapa didalam 1 lubang didalam tanah
dengan kedalaman 1 M dan tidak ditutup dengan tanah.
Pasti
kalian bertanya apa yang kami lihat atau rasain ditempat ini. Kalau ED,
beliau tidak menceritakan adanya penampakan sebagaimana yang dia lihat
di tempat yang pertama, sedangkan aku, aku hanya merasa hatiku tidak
tenang ketika berada di dekat ruang senjata dan 3 patung tersebut. ED
hanya menyatakan niatnya ingin kembali ke tempat ini. Walah...
Namun kembali lagi.. Walahualam, dan Tuhanlah tetap Maha Besar dan hanya kepadaNya lah kita meminta dan Dia lah yang Maha Kuasa.
Sejarah Singkat tentang Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan
Menurut
Mas Ngabehi Surakso Fajarudin yang menjabat sebagai jurukunci makam
Giring, disebutkan bahwa Ki Ageng Giring adalah salah seorang keturunan
Brawijaya IV dari Retna Mundri yang hidup pada abad XVI. Dari
perkawinannya dengan Nyi Talang Warih melahirkan 2 orang anak, yaitu
Rara Lembayung dan Ki Ageng Wanakusuma yang nantinya menjadi Ki Ageng
Giring
Pencarian
wahyu Kraton Mataram itu konon atas petunjuk Sunan Kalijaga kepada Ki
Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Giring disuruh menanam
sepet (sabut kelapa kering), yang kemudian tumbuh menjadi pohon kelapa
yang menhasilkan degan (buah kelapa muda). Sedangkan Ki Ageng Pemanahan
melakukan tirakat di Kembang Semampir (Kembang Lampir), Panggang.
Menurut
wisik “bisikan gaib” yang didapat, air degang milik Ki ageng Giring itu
harus dim8inum saendhegan (sekaligus sampai habis) agar kelak dapat
menurunkan raja. Oleh karenanya, Ki Ageng Giring berjalan-jalan keladang
terlebih dahulu agar kehausan sehingga dengan demikian ia bisa
menghabiskan air degan tersebut dengan sekali minum. Namun saying,
ketika Ki Ageng Giring sedang di lading, Ki Ageng Pemanahan yang baru
pulang dari bertapa di Kembang Lampir singgah di runahnya. Dalam keadaan
haus ia meminum air kelapa muda itu sampa habis dengan sekali minum.
Betapa
kecewa dan masygulnya Ki Ageng Giring melihat kenyataan itu, sehingga
daia hanya bisa pasrah. Namun ia menyampaikan maksud kepada Ki Ageng
Pemanahan agar salah seorang anak turunnya kelak bisa menjadi raja
Mataram. Dari musyawarah diperoleh kesepakatan bahwa keturunan Ki Ageng
Giring akan diberi kesempatan menjadi raja tanah Jawa pada keturunan
yang ke-7.
Versi
lain menyebutkan bahwa Ki Ageng Giring ketika tirakat memperoleh Wahyu
Mataram di Kali Gowang. Istilah Gowang, konon berasal dari suasana batin
yang kecewa (gowang) karena gagal meminum air degan karena telah
kedahuluan Ki Ageng Pemanahan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa
kesempatan menjadi raja Mataram pupus sudah, tinggal harapan panjang
yang barangkali bisa dinikmati pada generasi ke-7.
Hal
itu berarti setelah keturunan Ki Ageng Pemanahan yang ke-6, atau
menginjak ke-7, ada kemungkinan bagi keturunan Ki Ageng Giring untuk
menjadi raja. Apakah Pangeran Puger menjadi raja setelah 6 keturunan
dari Pemanahan? Kita lihat silsilah dibawah ini:
PEMANAHAN GIRING
Panembahan Senopati (1)
Panembahan Seda Krapyak (2)
Sultan Agung (3)
Amangkurat I (4)
Amangkurat II (5)
Amangkurat III (6) 7. Puger (Paku Buwono I)
Puger
menjadi raja Mataram setelah mengalahkan Amangkurat III. Jika angka 6
dianggap perhitungan kurang wajar, dan yang adalah 7, maka dapat
dihitung Raden Mas Martapura yanga bertahta sekejap sebelum tahtanya
diserahkan ke Raden Mas Rangsang (Sultan Agung). Jadi pergantian
keluarga berlangsung setelah 7 Raja keturunan Ki Ageng Pemanahan
Bukti
bahwa Puger memang keturunan Ki Ageng Giring dapat dilihat dari Babad
Nitik Sultan Agung. Babad ini menceritakan bahwa pada suatu ketika
Parameswari Amangkurat I, Ratu Labuhan, melahirkan seorang bayi cacat.
Bersamaan dengan itu, isteri Pangeran Arya Wiramanggala, keturunan
Kajoran, yang dikenal merupakan keturunan Giring, melahirkan seorang
bayi yang sehat dan tampan. Amangkurat mengenal Kajoran sebagai seorang
pendeta yang sakti dan dapat menyembuhkan orang sakit. Oleh karena itu,
puteranya yang cacat dibawa ke Kajoran untuk dimintakan penyembuhannya.
Kajoran merasa bahwa inilah kesempatan yang baik untuk merajakan
keturunannya. Dengan cerdiknya, bayi anak Wiramanggala – lah yang
dikembalikan ke Amangkurat I (ditukar) dengan menyatakan bahwa upaya
penyembuhannya berhasil.
Sudah
ditakdirkan bahwa Amangkurat III, putera pengganti Amangkurat II,
berwatak dan bernasib jelek, sehingga terbukalah jalan bagi Pangeran
Puger untuk merebut tahta. Sumber lain menceritakan silsilah Puger
sebagai berikut:
GIRING Panembahan Kajoran
PUTERI Pangeran Wiramenggala
PUGER
Dengan
demikian benarlah bahwa pada urutan keturunan yang ke-7 keturunan Ki
Ageng Giring – lah yang menjadi raja, meskipun itu diambil dari garis
perempuan. Namun ini cukup menjadi dalih bahwa Puger alias Paku Buwana I
adalah raja yang berdarah Giring.
Comment From a Friend :
jasmine2008 wrote on May 28, '09
membaca
tulisan ini seperti nya dalam seminggu ini aku belajar sejarah kerajaan
mataram, setelah seminggu kemaren ke makam kota gede.. di ceritai oleh
juru kunci mengenai ki ageng pemanahan dan ki ageng giring juga...
alhamdulillah salam kenal ya
BalasHapus